penyakit menular seksual

on Senin, 13 Juni 2011

    PENDAHULUAN
Penyakit menular seksual atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual.  Menurut The Centers for Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun.  Kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun.
Salah satu komunitas yang mempunyai risiko tinggi terhadap Penyakit Menular Seks adalah anak jalanan,
karena anak-anak ini menahan beban yang cukup berat harus hidup di jalan yang seharusnya mereka adalah sekolah. Beban yang berat ini menyebabkan mereka mencari pelarian, misalnya narkoba dan seks bebas.
Banyak istilah yang ditunjukan kepada anak jalanan seperti anak pasar, anak tukang semir, anak lampu merah, peminta-minta, anak gelandangan, anak pengamen dan sebagainya. Menurut Lusk (1989, 57-58), yang dimaksud anak jalanan adalah “…any girl or boy…for whom the street (in the widest sense of the word, including unoccupied dwellings, wasteland, etc.) has become his or her habitual abode and/or source of livelihood; and who is inadequately protected, supervised, or directed by responsible adults. […setiap anak perempuan atau laki-laki…yang memanfaatkan jalanan (dalam pandangan yang luas ditulis, meliputi tidak punya tempat tinggal, tinggal di tanah kosong dan lain sebagainya) menjadi tempat tinggal sementara dan atau sumber kehidupan; dan tidak dilindungi, diawasi atau diatur oleh orang dewasa yang bertanggung jawab]
Usia anak jalanan berkisar antara 6 sampai dengan 18 tahun. Rentang usia ini dianggap rawan karena mereka belum mampu berdiri sendiri, labil mudah terpengaruh dan belum mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Di jalanan memang ada anak usia 5 tahun ke bawah, tetapi mereka biasanya dibawa orang tua atau disewakan untuk mengemis. Memasuki usia 6 tahun biasanya dilepas atau mengikuti temannya. Anak-anak yang berusia 18 sampai dengan 21 tahun dianggap sudah mampu bekerja atau mengontrak rumah sendiri bersama teman-temannya.
Kehidupan anak-anak jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik yang dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK jalanan yang apabila mereka berhubungan seks tanpa didasari oleh pengetahuan tentang Penyakit Menular Seks. Dari segi kesehatan hubungan seks yang tidak sehat, apalagi bagi anak-anak yang masih di bawah umur, mengandung risiko yang fatal. Sayang sekali jika anak-anak yang masih perlu perlindungan itu menderita penyakit-penyakit yang mungkin sebelumnya tidak mereka ketahui.
Anak jalanan dikelompokkan menjadi 3 tipologi yaitu anak yang mempunyai risiko tinggi (children at high risk), anak yang bekerja di jalan untuk membantu keluarganya (children on the street) dan anak yang hidup kesehariannya di jalan (children of the street). Ketiga tipologi anak jalanan tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga model penanganannya juga berbeda. Anak jalanan yang dimaksud adalah yang tergolong dalam tiga kategori diatas dengan usia dibawah 18 tahun.
Kehidupan anak-anak jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas, baik yang dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun dengan PSK jalanan yang apabila mereka berhubungan seks tanpa didasari oleh pengetahuan tentang Penyakit Menular Seks. Selain dari kehidupan seks, mereka juga pengguna narkoba yang sangat berisiko yaitu dengan menggunakan jarum suntik dengan bergantian. Penggunaan jarum tato yang bergantian juga salah satu sebab Penyakit Menular Seks.
Dari jumlah anak jalanan yang telah teridentifikasi (sekitar 5 ribu lebih), 10% di antaranya adalah anak perempuan. Beberapa pengalaman yang ada menyebutkan bahwa risiko bahaya yang dialami oleh anak-anak jalanan perempuan ini ternyata lebih berat dan memerlukan perhatian khusus, seperti yang diungkapkan oleh Desti Murdijana (1998), tidak jarang anak jalanan perempuan yang terlanjur hamil harus menyabung nyawa karena mereka memilih menyelesaikannya dengan cara aborsi yang jauh dari kelayakan medis dan cenderung mengabaikan keselamatan jiwa mereka. Pada situasi tertentu anak jalanan perempuan juga rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS).
Program SCORE adalah salah satu model penanganan anak jalanan dalam mencegah penyebaran PMS. Anak jalanan dianggap kelompok yang rentan karena mereka hidup diantara pekerja seks komersial maupun penggunaan narkoba jarum suntik. Permasalahan ini menarik untuk diteliti karena anak jalanan adalah bagian dari masa depan bangsa Indonesia, sehingga upaya pencegahan penyebaran PMS perlu dilakukan dalam mencapai kesejahteraan sosial anak.
II.    RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana kehidupan anak jalanan yang berisiko tinggi terkena PMS ?
2.    Bagaimana model pemberdayaan anak jalanan melalui program komunikasi apa ?
III.   TUJUAN
Makalah ini secara umum bertujuan untuk memahami model pemberdayaan anak jalanan melalui program SCORE sehingga dapat memberikan masukan kepada pemerintah, LSM maupun masyarakat dalam memberdayakan anak jalanan melalui program SCORE. Dan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1.    Kehidupan anak jalanan yang berisiko tinggi terkena HIV /AIDS.
2.    Model pemberdayaan anak jalanan melalui program SCORE.
ANALISA KHALAYAK
a.    Data umum
1)      Usia Anak Jalanan
Tingkatan umur anak jalanan di kota Makassar menunjukkan bahwa paling banyak berumur antara 9 – 14 tahun (45,0%), berumur antara 5 – 8 tahun (34,0%), berumur di atas 15 tahun (12,5%), dan responden yang berumur di bawah umur 4 tahun (8,5%).
2)      Pendidikan Anak Jalanan
Tingkat pendidikan sebagian besar  40,0% tidak menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar (SD) bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali sebesar 37,0%, tamat Sekolah Dasar hanya 6,0% , tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) masing-masing 2,0% dan 1,0%.
3)      Aktivitas Anak Jalanan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata anak jalanan di Kota Makassar berprofesi sebagai : peminta-minta (38,0%), penjual Koran (14,0%), calo kendaraan (13,0%), penyewa payung (12,0%), pengamen (11,0%), pemulung (6,0%), penyemir sepatu (4,0%), dan mencuci kendaraan (2,0%). Hal tersebut terlihat setelah masa krisis, jumlah anak jalanan ditengarai meningkat, tapi tak seorangpun pernah mengemukakan dugaan tentang besarannya. Yang jelas, fenomena anak jalanan setelah masa krisis sangat nyata bisa dilihat di kota-kota besar maupun kota-kota kecil. Daerah-daerah di perkotaan yang semula bersih dari anak jalanan, setelah krisis tiba-tiba dipenuhi oleh anak jalanan: peminta-minta, jual koran, pengamen, lap-mobil, dagang asongan, dan seterusnya.
4)      Lama Kerja Anak Jalanan
Aktifitas anak jalanan di kota Makassar dimulai pada jam 8.00 pagi (40,0%), jam 11.00 pagi (27,0%), pada jam 15.00 sore (9,0%), pada jam 19.00 (18,0%), sedangkan pada jam 21.00 malam (6,0%). Besarnya prosentase anak jalanan yang beraktifitas pada pagi hari disebabkan karena sebagian anak jalanan lebih banyak yang tidak bersekolah sehingga mereka lebih banyak melakukan aktifitas di pagi hari dibanding yang beraktifitas pada sore hari dan malam hari. Begitupula dengan waktu yang dibutuhkan anak jalanan berada di jalan untuk melakukan aktivitas yaitu bervariasi yaitu 4 – 5 jam (59%),  6 – 8 jam (24,0%), dan 2 – 3 jam (15,0%), sedangkan yang menggunakan waktu di atas 10 jam hanya 2,0%.
5)      Penghasilan Anak Jalanan
Sebanyak 28,2% berpenghasilan Rp 3.000,- ke bawah per hari, 47,5% berpenghasilan Rp 4.000,- sampai Rp 9.000,- per hari dan 24,5% berpenghasilan Rp 10.000,- sampai Rp 15.000,- per hari. Penemuan lain menunjukkan sebanyak 46% anak jalanan berpenghasilan antara Rp 5.000,- sampai Rp 10.000,- dan 38% berpenghasilan di atas Rp 10.000,- per hari (Bagong Suyanto, 2000).
6)      Pemanfaatan Penghasilan Anak Jalanan
Penghasilan anak jalanan lebih banyak untuk kepentingan diri sendiri, yaitu untuk menambah uang saku, membeli pakaian, makanan, dan untuk bersenang-senang. Pemanfaatan lain adalah untuk orang tuanya. Sebanyak 34,98% orang tua tergantung pada penghasilan anaknya yang menjadi anak jalanan (UNIKA Atmajaya & Depsos, 1999). Studi di Surabaya menunjukkan sebanyak 46,6% anak jalanan menyerahkan penghasilannya kepada orang tuanya (Subagyo Martodipuro, 1996). Asra,1996 mengatakan bahwa anak jalanan yang bekerja menyumbang 40% dari keseluruhan pengeluaran rumah tangga keluarganya.
7)      Tempat Anak Jalanan
Anak jalanan di Kota Makassar umumnya berkelompok dan tempat tinggalnya berada pada lokasi-lokasi tertentu yaitu berada pada lokasi yaitu tinggal di daerah kumuh sebesar 39,0%, yang tempat tinggalnya di tengah-tengah perkotaan sebesar 22,0%, sementara yang berada di wilayah perumahan sebesar 8,0%, dan tinggal di sekitar daerah kawasan tol  sebanyak 16,0%, sedangkan yang tinggal di kampung sebanyaak 15,0%. Ada kemungkinan karena lokasi tempat tinggal akan lebih banyak mempengaruhi sehingga anak-anak turun di jalan menjadi anak jalanan.
b.    Pola komunikasi
1)      Media-media yang telah dikenal anak jalanan
-          Televisi
-          Surat Kabar
-          Radio
-          Internet (Sebagian Kecil anak jalanan mengenal browsing)
2)      Bahasa apa yang biasa digunakan oleh anak jalanan
-          Bahasa Bugis Makassar
3)      Kemampuan baca tulis anak jalanan
-          Untuk yang lulus SD, masih banyak yang belum lancar atau bahkan tidak tahu membaca sama sekali.
-          Untuk yang lulus SMP-SMA, sebagian besar dapat membaca.
4)      Siapa saja yang berpengaruh anak jalanan
-          Orang Tua
-          Bos/Calo anak jalanan
5)      Informasi apa yang biasanya dicari dan ke mana mereka mencari 
-          ?
c.    Karakteristik
                             i.          Pengetahuan
Gaya hidup bebas dan terbatasnya informasi mengenai seks aman bagi mereka menyebabkan penyebaran kian tidak terkendali. Sayangnya anak-anak ini terpisah dari orang tua sehingga mempersulit dalam upaya pencegahan dan pembinaan. Terlebih, kurangnya pemahaman mereka mengenai seks aman untuk meng¬hindari timbulnya berbagai penyakit menular seksual (PMS).
Anak jalanan memperoleh informasi seksnya dari teman sebaya atau anak jalanan yang lebih tua, baik buku porno, film/VCD porno atau mengintip orang yang sedang melakukan hubungan seksual.
Terlebih, anak-anak jalanan terkadang memiliki anggapan hubungan seksual di luar nikah sebagai hal yang wajar, karena itu merupakan urusan dari anak jalanan itu sendiri dan tidak mengganggu kepentingan orang lain. Jika disimak, secara moral hubungan seks di luar nikah jelas diharamkan.
                       ii.          Sikap
Sikap terbentuk karena ada interaksi seseorang terhadap lingkungan fisik maupun sosial di sekitarnya. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, dan media massa (Azwar Saifuddin 1998). Gambar-gambar iklan film, gambar-gambar buku porno, pengalaman hubungan seksual atas dasar suka sama suka atau pemaksaan/perkosaan, teman-teman sesama anak jalanan yang melakukan hubungan seksual, anak-anak jalanan yang lebih berkuasa, atau preman-preman yang berada di sekitar mereka yang bebas melakukan hubungan seksual atau tindak kekerasan seksual, dapat merangsang anak untuk membentuk sikap tertentu mengenai hal yang berkaitan dengan hubungan laki-laki dan perempuan.
Suatu studi menunjukkan bahwa sebanyak 20% anak jalanan setuju hubungan seksual dilakukan karena saling cinta, sebanyak 28% setuju hubungan seks dilakukan karena sudah merencanakan pernikahan, dan 44% setuju hubungan seks dilakukan karena sudah dilamar (Lutfi Agus Salim, 2000). Di samping itu, studi ini juga menunjukkan bahwa perasaan anak jalanan setelah mengalami pelecehan seksual menjadi lebih permisif terhadap perilaku seksual daripada sebelum mengalami pelecehan seksual.
Beberapa anak jalanan sering mengalami keluhan setelah melakukan hubungan seksual, terutama anak perempuan. Anak perempuan mengeluh antara lain celananya terasa gatal, perih, lecet, berbau, dan perut bagian bawah terasa sakit. Sementara anak laki-laki mengeluh alat kelaminnya terasa panas, keluar nanah dari penisnya. Mereka tidak pergi ke dokter karena biaya yang mahal, biasanya mereka hanya menelan antibiotik seperti tetrasiklin, dan mereka menganggap bahwa penyakit tersebut merupakan hal yang biasa (Wahyu Nurharjadmo, 1999). Anggapan demikian akan mempengaruhi sikap sehingga bagi sebagian anak jalanan merasa tidak harus terlalu merisaukan atau merasa jelek karena penyakit kelamin.
Berbagai sikap negatif yang dimiliki sebagian anak jalanan akan mempengaruhi perilaku karena sikap juga merupakan faktor predisposisi terealisasi suatu perilaku. Sikap negatif ini cenderung akan dimiliki oleh kelompok sebaya karena kelompok sebaya mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku. Hal ini terjadi karena anggota kelompok sebaya cenderung selalu bertemu satu sama lain, saling merasa bebas dan terbuka, bersifat lebih homogen, dan mempunyai rasa kesetiakawanan yang tinggi.
Remaja jalanan sering terpapar pelecehan dan mendengar obrolan tentang pengalaman seks anak jalanan lain. Hal ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku masa selanjutnya. Perasaan dalam menyikapi pelecehan dan kekerasan seksual semakin lama semakin berubah. Perasaan yang semula takut, lama kelamaan pudar akhirnya menjadi perasaan yang biasa saja. Hal ini karena dianggap biasa maka tidak sulit untuk melakukan dan tidak sulit untuk mengulangi kembali.
                     iii.          Perilaku berisiko
Dari informasi yang diperoleh para pekerja sosial pendamping dari Yayasan eRKa bahwa anak-anak jalanan mulai berhubungan seks umur 10 tahun dan banyak dilakukan dengan PSK jalanan maupun dengan para waria. Hubungan seks yang mereka lakukan cenderung pada hubungan yang tidak sehat karena dilakukan bergantian tiga anak dengan cara membayar iuran (patungan) karena kemampuan membayar anak terbatas. Salah satu anak jalanan pernah mengatakan bahwa mereka bayar kepada waria Rp.15.000,- bisa dipake bertiga secara bergantian dengan cara iuran perorangnya Rp.5000,-. Setelah mereka merasakan berhubungan seks, cenderung akan ketagihan untuk mengulangi. Apabila tidak punya uang untuk bayar mereka melakukan onani atau sodmi diantara mereka.
Seringnya berganti-ganti pasangan membuat rantai penularan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh itu sulit ditelusuri. Mobilisasi anak jalanan yang sangat tinggi di berbagai kota juga disinyalir menjadi penyebab cepatnya rantai penyebaran PMS di kalangan anak jalanan.
KEGIATAN
SCORE adalah singkatan dari Soccer for Children On the Road to Empowerment yaitu salah satu program pemberdayaan anak jalanan dalam mencegah penularan PMS yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Kita (eRKa) dengan konsep sepak bola. Melalui permainan bola, anak-anak jalanan mulai dikenalkan dengan kespro (kesehatan dan reproduksi), IMS (infeksi menular seksual) dan PMS. Program untuk anak-anak jalanan dalam rangka mencegah penularan PMS diantara anak-anak jalanan.
Salah satu upaya penanganan terhadap permasalahan ini adalah melalui program SCORE (Soccer for Children On the Road to Empowerment) yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Kita (eRKa). Para pekerja sosial pendamping mendekati anak-anak jalanan ini melalui hobi mereka yaitu dengan bermain bola. Melalui permainan bola, anak-anak jalanan mulai dikenalkan dengan kespro (kesehatan dan reproduksi), IMS (infeksi menular seksual) dan PMS. Program untuk anak-anak jalanan dalam rangka mencegah penularan PMS diantara anak-anak jalanan ini antara lain dengan :
1.         Pendampingan (outreach), yaitu upaya pendekatan yang dilakukan oleh pekerja sosial terhadap anak-anak jalanan dengan menjangkau di tempat-mereka beraktifitas baik di perempatan jalanan, stasiun, bawah jembatan dan tempat umum lainnya. Pendampingan yang dilakukan dengan prinsip pertemanan artinya anak menganggap kakak/abang terhadap pendamping sehingga menimbulkan sikap saling percaya dan saling terbuka terhadap permasalahan yang mereka alami. Dengan keterbukaan maka kita lebih mudah dalam menawarkan program.
2.         Rumah Score, yaitu sebuah rumah yang terbuka pelayanannya 24 jam bagi anak-anak jalanan yang berisiko tinggi terhadap penularan PMS. Anak boleh tinggal sementara dan tidak permanent di rumah ini. Rumah ini difungsikan sebagai sebuah rumah pada umumnya dimana dalam rumah ada aturan-aturan yang mengatur dan hubungan antara pekerja sosial dengan mereka seperti layaknya satu keluarga, pekerja sosial dianggap sebagai kakak atau ayah bagi mereka. Dirumah ini juga berfungsi sebagai tempat menanamkan nilai-nilai kekeluargaan dimana selama ini anak-anak jalanan tidak pernah merasakan situasi keluarga karena sebelumnya rumah mereka adalah jalanan.
3.         Pembentukan dan pelatihan teman sebaya atau peer educator (PE), setelah mengenal mereka maka kita memilih anak-anak yang berpengaruh terhadap anak-anak yang lainnya yang selanjutnya di latih tentang dan di beri pengetahuan yang cukup tentang PMS, IMS dan kespro. Untuk selanjutnya diharapkan PE dapat menularkan pengetahuannya kepada teman-temannya. Cara ini dipandang efektif karena PE akan menyampaikan dengan bahasa dan kebiasaan mereka dan biasanya anak-anak lebih terbuka dengan sesama mereka di bandingkan dengan orang yang lebih dewasa bahkan lebih terbuka kepada teman disbanding orang tuanya.
4.         Soccer Clinic, yaitu melatih sepak bola kepada anak-anak jalanan yang bertujuan untuk mengembangkan hobi dan minat mereka dan dalam pelatihan sepak bola tersebut ada sesi informasi mengenai PMS, IMS dan kesehatan reproduksi (kespro). Dari kegiatan ini diharapkan ada memerapa manfaat yang diperoleh antara lain; pertama, dengan olahraga mala badan menjadi sehat, kedua, menjauhkan dan melupakan pikiran kotor (kecanduan berhubungan seks atau napza, ketiga, mendapatkan informasi yang benar tentang PMS, IMS dan kesehatan reproduksi (kespro), keempat, mengembangkan hobi kearah profesionalitas dalam bermain bola.
5.         Pelatihan ketrampilan (vocational training), diperuntukan bagi anak-anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan formal yang bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat sehingga akan tebuka kesempatan kerja bagi mereka. Ketrampilan yang bisa dikembangkan antara lain adalah ketrampilan musik, ketrampilan kerajinan tangan, ketrampilan otomotif, ketrampilan computer dan magang kerja.
6.         Referal system (system rujukan) yaitu membentuk jaringan rujukan bagi pihak-pihak yang interes terhadap permasalahan ini. Rujukan ini dimaksudkan lembaga rujukan memberikan pelayanan lanjutan setelah anak mendapatkan pembinaan. Yang tergabung dalam jaringan ini bisa lembaga kursus maupun lembaga yang mau menerima sebagai tempat kerja.
7.         Malam renungan PMS (candle light Memorian) yaitu mengadakan renungan dimalam hari sebagai refleksi terhadap perbuatan-perbuatan yang sudah di lakukan dalam mencegah penyebaran PMS dan apa yang di lakukan untuk masa depan. Perbuatan yang dimaksud adalah untuk kepentingan diri pribadi, terlebih bagi orang lain (peer group).
Meski terdapat banyak lembaga yang memiliki fokus perhatian pada pendampingan anak-anak jalanan, keterbatasan anggaran sering menjadi penyebab mengapa pemantauan tidak efektif. Pendamping tidak memiliki shelter-shelter yang memadai bagi mereka yang dinyatakan positif mengidap PMS. Bahkan, mungkin yang bersangkutan tidak mengetahui dirinya terinfeksi PMS.
Padahal, jika informasi tidak disampaikan, anak-anak jalanan tersebut tidak mengetahui bahwa dia berpotensi menderita PMS. Tidak adanya perbaikan pola hidup yang selama ini dijalani, membuat PMS tidak terkontrol. Jika persoalan seperti ini tidak segera ditangani, bisa dipastikan be¬berapa tahun mendatang akan terjadi ledakan kasus PMS. Mudahnya memperoleh pengetahuan mengenai seks mempengaruhi sikap anak jalanan terhadap hubungan seksual. Pergaulan antar teman juga merupakan sarana yang efektif untuk saling bertukar informasi termasuk pengetahuan mengenai seks. Tak mengherankan banyak anak jalanan usia belasan tahun sudah mahir praktek seks.
Peran para pekerja sosial dan masyarakat lainnya dalam membantu anak jalanan memang sangat penting manakala kita dihadapkan pada masalah-masalah seputar kebiasan seksual anak-anak tersebut. Bahkan di kalangan anak jalanan, ada yang menjadikan seks sebagai mata pencaharian hidup. Anak jalanan ini lebih dikenal dengan sebutan perek. Dan celakanya, pengalaman seks anak jalanan menyebabkan mereka sangat rentan tertular virus PMS.

Penyuluhan Kesehatan Reproduksi melalui Rumah Singgah
Program pengembangan potensi kesejahteraan sosial antara lain mempunyai tujuan memberdayakan anak jalanan. Sedangkan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan reproduksi bagi wanita termasuk anak dan remaja.
Seiring dengan pembangunan kesehatan tersebut dan salah satu fungsi rumah singgah sebagai pusat informasi yang berkaitan dengan kepentingan anak jalanan, maka rumah singgah dapat dimanfaatkan sebagai media penyampaian informasi kesehatan reproduksi untuk anak jalanan. Selanjutnya, penyampaian informasi tersebut dapat direncanakan sebagai berikut:
Penyuluh
Penyuluh atau penyampai informasi adalah pekerja sosial rumah singgah karena mereka sudah dipilih berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu dan telah dikenal oleh para anak jalanan.
Materi Penyuluhan
Materi ini tentang kesehatan reproduksi, meliputi pengertian remaja, menstruasi, kehamilan, reproduksi, usia pernikahan, pasangan sehat, kehamilan remaja pra nikah, dan PMS termasuk HIV/AIDS. Materi ini dapat diperoleh dari Puskesmas, Depkes, PKBI Yogyakarta (Lentera), PKBI Surabaya, BKKBN, yang berupa buku-buku, poster, brosur. Materi ini dapat dipinjam anak jalanan untuk dipelajari di rumah.
Metode Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan secara klasikal (bersama-sama dengan yang lain/ berkelompok) dan secara individual bagi anak-anak yang mengalami problem serius. Penyuluhan dilakukan tidak terlalu formal, mengingat anak jalanan sudah terbiasa bebas menuruti kemauan sendiri. Suasana penyuluhan bersifat santai tetapi serius dan kekeluargaan agar anak merasa aman dan nyaman. Bila anak-anak perempuan sebagian besar masih tertutup/malu-malu untuk membicarakan masalah kesehatan reproduksi, maka perlu ditangani oleh pekerja sosial perempuan dan dikelompokkan tersendiri.
Dengan berjalannya waktu bila sudah mulai terbuka, penyuluhan dapat dicampur antara laki-laki dan perempuan. Hal ini penting untuk dapat saling mengerti dunia anak jalanan laki-laki dan perempuan (bagaimana perasaan, pendapat, keinginannya yang berkaitan dengan masalah seksual). Dengan demikian minimal mereka akan mempunyai bekal untuk saling beradaptasi dengan sesama anak jalanan. Dengan duduk bersama dalam kelompok (tanya jawab, diskusi, mendengar argumentasi peserta lain) anak jalanan akan belajar menentukan sikap dan perilaku untuk masa mendatang.
Penyampaian materi penyuluhan dengan berbagai cara yaitu dengan ceramah, tanya jawab, diskusi, permainan peran, supaya anak tidak bosan dan kelemahan satu metode dapat ditutup oleh kelebihan metode yang lain. Apalagi sebagian besar anak jalanan berusia belasan tahun, maka mereka harus diberi banyak kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan tidak dianggap pasif. Dengan demikian akan terjadi komunikasi dua arah dan merangsang partisipasi aktif peserta penyuluhan.
Sebagian besar anak jalanan adalah produk dari disharmoni / keretakan keluarga, keterlantaran keluarga, dan kemiskinan. Mereka sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, anak jalanan perlu didekati dengan penuh empati dan akseptansi sehingga timbul emosi positif pada diri anak. Pada umumnya emosi positif (gembira, bahagia, cinta) cenderung meningkatkan perasaan sejahtera dan mengembangkan/meningkatkan/mendorong hubungan yang konstruktif dengan orang lain. Sebaliknya, emosi negatif cenderung menurunkan perasaan tidak sejahtera (tidak nyaman) dan menimbulkan gangguan hubungan dengan orang lain (Izard, 1971).
Alat Peraga
Untuk memudahkan penyerapan materi, perlu alat peraga yang berupa gambar-gambar (misalnya gambar alat reproduksi, PMS) dan buku-buku, foto, pemutaran slide bila ada. Bahkan, kalau dapat diupayakan gambar-gambar yang berwarna sehingga lebih menarik dan lebih jelas bagi anak jalanan yang sebagian besar berpendidikan rendah.
Waktu Penyuluhan
Waktu penyuluhan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak jalanan itu sendiri. Anak-anak yang mempunyai waktu luang bersamaan dapat dijadikan satu kelompok, diberikan penyuluhan pada waktu tertentu yang disepakati bersama.
Mencari solusi pembinaan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan anak jalanan di kota Makassar karena jika permasalahan ini tidak segera diatasi maka kondisi anak jalanan itu sendiri akan semakin gawat, kemungkinan besar menghadapi kematian dini selalu ada dan sekalipun bisa bertahan hidup maka masa depan mereka teramat suram. Selain itu sangat mungkin kelak setelah dewasa mereka akan menjadi warga masyarakat yang menyusahkan orang lain atau dapat dikatakan melahirkan generasi yang semakin terpuruk. Oleh karena itu, kompleksnya permasalahan anak jalanan sehingga menuntut penanganan yang cermat, serius, terfokus, dan kontinyu.

PENUTUP
Kelebihan dan kekurangan
DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar